Kinerja Bea Cukai Batam Kian Disorot dan Tidak Becus,Patut di Pertanyakan..?

Lensakepri.com] Sorotan publik terhadap Bea Cukai Batam kian menguat setelah dugaan mandeknya pengusutan jaringan rokok ilegal HD, OFO, dan T3 kembali mencuat. Di tengah laporan penindakan yang terus dipublikasikan, masyarakat mempertanyakan mengapa aparat hanya menyentuh pelaku lapangan sementara dugaan aktor pengendali justru tak pernah tersentuh.Minggu[16/11/25].

Dalam sejumlah diskusi publik, kegelisahan yang sama terus muncul:
“Mengapa kasus berhenti pada kurir dan pengemudi perahu? Ke mana hilangnya nama-nama besar yang disebut masyarakat selama bertahun-tahun?”

Penindakan Dinilai Hanya Seremonial: Ikan Teri Ditangkap, Pemilik Barang Hilang

Selama beberapa tahun, Bea Cukai Batam kerap mengumumkan penyitaan rokok ilegal. Namun, pola penindakan dinilai tidak berubah—hanya menyasar pengangkut dan buruh kapal, sosok-sosok yang tidak punya kendali atas alur distribusi.

Tokoh Masyarakat  Rury Afriansyah, menilai tindakan aparat justru semakin menimbulkan tanda tanya:

“Ini sudah bertahun-tahun berlangsung. Yang ditindak hanya level terbawah. Publik bertanya: bagaimana mungkin sebuah jaringan besar tak punya pemilik barang?”

Menurutnya, jika aparat benar-benar ingin memutus jaringan, identifikasi aktor besar seharusnya menjadi prioritas, bukan sekadar menyita barang yang jumlahnya datang lagi keesokan hari.

Nama-Nama yang Terus Beredar dalam Pembicaraan Publik

Dalam laporan masyarakat dan investigasi lapangan oleh sejumlah kelompok sipil, beberapa nama berulang kali disebut sebagai sosok yang diduga memiliki jaringan distribusi rokok ilegal HD, OFO, dan T3.

Di antaranya adalah sosok yang dikenal luas oleh publik lokal: Akim alias Asri.

Ia disebut dalam banyak percakapan masyarakat sebagai figur yang diduga memiliki pengaruh dalam pergerakan barang-barang noncukai dari Batam ke luar daerah, termasuk ke kawasan Indonesia Timur.

Namun hingga kini, tidak ada pernyataan resmi dari aparat yang mengonfirmasi atau membantah dugaan tersebut.

Nama lain yang kerap muncul dalam diskusi publik mengenai jejaring bisnis lintas sektor adalah Bobie Jayanto, meski hubungan berbagai dugaan tersebut belum pernah dipastikan secara hukum.

Sejumlah pengamat menilai bahwa ketidakjelasan inilah yang membuat ruang spekulasi masyarakat terus melebar.

Gudang-Gudang Diduga Beroperasi Bebas Selama Bertahun-Tahun

Keluhan terbesar masyarakat bukan hanya tentang aktor besar yang tidak pernah dihadirkan ke publik, tetapi juga mengenai sejumlah gudang yang disebut-sebut beroperasi bertahun-tahun tanpa gangguan.

Beberapa tokoh masyarakat mengaku heran:

“Setiap minggu ada bongkar muat, mereknya sama, jalurnya sama, ritmenya sama. Jika pengawasan serius, mustahil itu tidak terlihat.”

Bagi publik, kelonggaran semacam ini menimbulkan kesan pembiaran dan mempertanyakan efektivitas pengawasan Bea Cukai Batam.

Kepemimpinan Bea Cukai Batam Mulai Dipertanyakan

Di bawah kepemimpinan Zaky Firmansyah, publik menilai langkah Bea Cukai Batam terkesan defensif dan seremonial. Banyak warga Kepri memandang bahwa rilis-rilis penindakan selama ini lebih bersifat formalitas ketimbang upaya sistematis menembus jaringan sebenarnya.

Kritik paling tajam yang muncul di ruang publik adalah:
“Tanpa aktor besar, semua penindakan hanyalah sandiwara statistika.”

Desakan Publik Meningkat: Bongkar Seluruh Jaringan, Bukan Hanya Buruh

Gelombang tekanan terhadap aparat semakin kuat. Masyarakat menuntut:

penindakan tidak berhenti pada kurir dan sopir kapal,

pengungkapan pemilik modal dan pengendali jalur distribusi,

transparansi penuh terhadap kendala penindakan,

keberanian aparat menembus jejaring yang dinilai telah bercokol lama di Batam.

Kerugian negara dari rokok ilegal telah mencapai angka yang disebut miliaran rupiah setiap tahun. Bagi publik, membiarkan aktor besar tidak tersentuh adalah bentuk kegagalan fungsi utama aparatur.

Aparat Diminta Tidak Lagi Menghindari Pertanyaan Inti

Kecurigaan dan ketidakpercayaan publik akan terus membesar selama pertanyaan-pertanyaan kunci tidak dijawab:

Mengapa nama-nama besar yang disebut masyarakat tidak pernah muncul dalam rilis resmi?

Apakah aparat tidak mengetahui, tidak mampu, atau tidak berani?

Apa hambatan sebenarnya dalam pengungkapan jaringan rokok ilegal di Batam?

Hingga aparat memberikan langkah konkret dan bukan sekadar penangkapan seremonial, kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Batam akan terus berada di titik kritis.

Konsorsium Akim Diduga Gunakan Dana Rokok Ilegal untuk Kuasai Lahan Batam

Lensakepri.com] Peredaran rokok ilegal di Batam kembali mengguncang ruang publik setelah Perkumpulan Gerak Garuda Nusantara (Gegana) membeberkan temuan awal riset mereka: dugaan bahwa keuntungan dari bisnis rokok tanpa cukai mengalir ke proyek penguasaan lahan skala besar oleh satu konsorsium, yang dikaitkan dengan sosok Asri alias Akim. Aliran dana itu disebut-sebut turut menopang proses pengambilalihan hingga pembongkaran Hotel Purajaya, salah satu kasus properti paling kontroversial di kota ini.

Dalam konferensi pers, Jumat (14/11/2025), Pengurus Gegana Erwin Sipahutar menyampaikan bahwa pihaknya menelusuri pola arus uang dari peredaran rokok ilegal merek HD, T3, dan OFO yang selama ini diduga beroperasi dari Batam dan menyebar ke berbagai provinsi di Indonesia.

“Indikasinya kuat. Konsorsium yang dipimpin Akim membutuhkan dana sangat besar untuk menguasai ribuan hektar lahan. Analisis kami menunjukkan sumber dana itu berasal dari keuntungan rokok ilegal tanpa cukai,” ujar Erwin.

Perputaran Dana: Indikasi “Mesin Uang” Ratusan Juta hingga Miliaran per Hari

Mengutip pemberitaan nasional dan data terbuka, Gegana memperkirakan nilai peredaran rokok ilegal mencapai Rp37,5 miliar dalam empat bulan, atau sekitar Rp312,5 juta per hari hanya dari sebagian kelompok yang terhubung dengan jaringan Akim/Pasifik Group.

Erwin menegaskan bahwa angka tersebut hanya estimasi konservatif.

Riset Gegana juga mencatat bahwa dalam dua pekan terakhir, nilai barang ilegal yang masuk pasar mencapai Rp16,26 miliar, atau rata-rata Rp1,16 miliar per hari.

> “Angka yang dirilis pemerintah itu puncak gunung es. Peredaran yang tidak tersentuh razia jauh lebih besar,” kata Erwin.

Dugaan Hubungan Bisnis Gelap – Penguasaan Lahan – Kasus Hotel Purajaya

Temuan paling krusial dari riset Gegana adalah dugaan keterkaitan antara uang dari bisnis rokok ilegal dan aktivitas penguasaan lahan skala besar.

Gegana menduga konsorsium Akim menguasai ribuan hektar lahan melalui jaringan perusahaan dan individu, termasuk proses pengambilalihan Hotel Purajaya yang sempat memicu polemik.

Menurut Gegana, aliran dana besar memungkinkan:

percepatan pengalihan aset,

pelicinan proses administrasi,

serta “perlindungan” dari tekanan penegakan hukum.

“Data observasi independent dan pemberitaan media menunjukkan adanya pola. Pola itu menghubungkan arus uang bisnis gelap dengan aktivitas real estate tertentu. Aparat perlu menyelidiki,” tegas Erwin.

Desakan Audit dan Investigasi: Sorotan Juga Mengarah ke Pejabat Bea Cukai

Gegana dan sejumlah kelompok masyarakat sipil mendesak Polri, Bea Cukai, dan lembaga penegakan hukum ekonomi melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan aliran dana konsorsium Pasifik.

Erwin juga menilai perlu adanya audit dan evaluasi menyeluruh terhadap pejabat Bea Cukai Batam, termasuk nama Kepala Kantor Bea Cukai Batam Zaki Firmansyah, sembari menegaskan bahwa seluruh penyebutan masih bersifat dugaan dan memerlukan pembuktian hukum yang sah.

“Sulit membayangkan peredaran sebesar ini berjalan tanpa ada oknum yang bermain,” kata Erwin.

Data Penyitaan: “Bagian Kecil dari Skala Sebenarnya”

Bea Cukai Batam dan aparat lainnya sebelumnya merilis sejumlah penindakan:

403.276 batang rokok ilegal disita
Nilai ± Rp16,26 miliar

Potensi kerugian negara: Rp7,93 miliar

Januari–April 2025: Rokok & minuman ilegal senilai Rp37,5 miliar digagalkan

Operasi TNI AL: 3,53 juta batang rokok ilegal (nilai ± Rp5,3 miliar)

Menurut Gegana, angka-angka tersebut tidak sebanding dengan volume peredaran aktual yang berlangsung melalui:

pelabuhan-pelabuhan kecil, titik transit antarpulau, jalur laut malam hari, dan jaringan distribusi darat.

“Yang tertangkap itu hanya yang kebetulan lewat radar. Volume gelapnya jauh lebih besar,” ujar Erwin.

Gegana: Negara Bisa Kehilangan Cukai dalam Jumlah Mengguncang

Gegana menegaskan bahwa pembiaran peredaran rokok ilegal sama artinya dengan membiarkan negara kehilangan pemasukan cukai dalam jumlah sangat besar, sekaligus memperkuat ekonomi bawah tanah.

Kelompok ini meminta negara untuk bergerak melalui pendekatan struktural:

1. Audit total aliran dana rokok ilegal di Batam

2. Investigasi penguasaan lahan yang diduga terkait aktivitas ilegal

3. Penelusuran hubungan konsorsium Pasifik–jaringan distribusi rokok ilegal

4. Transparansi dan evaluasi operasi Bea Cukai serta aparat lain

“Jika negara tidak bekerja dari hulunya, rokok ilegal akan terus menjadi sumber pembiayaan gelap yang menggerus penerimaan negara,” kata Erwin.

Rokok HD Berpita Ganda, Diduga Siasat Gelap yang Menggerogoti Negara

Lensakepri.Com]  Di balik kepulan asap tembakau yang beredar di pasar lokal dan antar-pulau, terselip praktik mencurigakan yang berpotensi merugikan negara hingga miliaran rupiah. Fenomena rokok bermerek “HD” yang beredar dengan dua wajah  sebagian berpita cukai, sebagian lagi tanpa pita cukai  mengundang tanda tanya besar di kalangan penegak hukum dan pengamat ekonomi.Selasa [11/11/25].

Produk ini diketahui beredar luas, mulai dari Batam hingga pelosok Papua. Di beberapa daerah, rokok dengan pita cukai dan tanpa pita cukai ditemukan dalam satu jaringan distribusi yang sama, seolah-olah sengaja dirancang untuk menutupi peredaran rokok ilegal.

Celah Gelap di Balik Jalur Resmi

Dugaan adanya penyamaran distribusi mengemuka. Rokok berpita cukai digunakan sebagai “tameng” untuk menyelundupkan rokok ilegal tanpa pita cukai. Jalur laut antar-pulau, terutama yang melintasi wilayah perdagangan bebas seperti Batam, diduga menjadi lintasan utama peredaran.

“Ini pola klasik yang terus berulang. Barang legal dan ilegal dikirim bersamaan agar sulit dibedakan di lapangan,” ujar seorang sumber di lingkungan aparat penegak hukum yang enggan disebutkan namanya kepada Kompas.com.

Sumber itu menambahkan, modus seperti ini biasanya memanfaatkan pelabuhan kecil dan jalur perairan terpencil yang jarang dijangkau patroli.

Pita Cukai yang Dipertanyakan

Lebih jauh, muncul pertanyaan serius: apakah pita cukai yang menempel pada sebagian bungkus rokok itu benar-benar asli? Beberapa analis industri tembakau menduga ada kemungkinan pita cukai palsu atau penggunaan kembali dari bungkus bekas  pelanggaran yang termasuk kategori berat.

“Jika pita cukainya tidak tercatat dalam sistem resmi Bea Cukai, itu bisa berarti ada manipulasi. Dampaknya bukan hanya pada penerimaan negara, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pengawasan pemerintah,” ujar seorang pejabat Kementerian Keuangan yang dihubungi secara terpisah.

Kerugian Negara dan Pembiaran Sistemik

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, potensi kerugian negara akibat rokok ilegal mencapai lebih dari Rp 5 triliun per tahun. Angka ini belum termasuk kerugian sosial akibat lemahnya penegakan hukum di sektor industri hasil tembakau.

“Setiap batang rokok tanpa cukai berarti hilangnya kontribusi pajak. Dan ketika praktik ini dibiarkan, itu menjadi sinyal lemahnya sistem pengawasan di titik produksi dan distribusi,” ujar pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Dimas Wicaksono.

Diam di Tengah Kepulan Asap

Upaya media menelusuri rantai distribusi rokok berpita ganda ini kerap menemui jalan buntu. Beberapa narasumber di tingkat lokal menolak berbicara terbuka, sebagian bahkan mengaku mendapat tekanan agar tidak membuka informasi.

“Kalau wartawan datang menanyakan rokok itu, biasanya langsung diminta diam. Ada pihak-pihak yang tidak ingin isu ini mencuat,” kata seorang pedagang rokok eceran di Batam.

Ketertutupan semacam ini menimbulkan kecurigaan bahwa praktik tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan melibatkan jaringan terorganisir yang memanfaatkan celah hukum dan lemahnya pengawasan di lapangan.

Menanti Ketegasan Aparat

Pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menegaskan komitmennya memberantas peredaran rokok ilegal. Namun, hingga kini belum ada keterangan resmi mengenai temuan di lapangan terkait rokok berpita ganda yang beredar di Batam dan wilayah timur Indonesia.

“Jika ditemukan pita cukai palsu atau penyalahgunaan, penindakan harus tegas dan transparan. Negara tidak boleh kalah oleh praktik curang yang merugikan publik,” tegas Dimas.

Sementara itu, masyarakat menunggu langkah nyata aparat. Di tengah gencarnya kampanye pengawasan dan pemberantasan rokok ilegal, fakta di lapangan menunjukkan bahwa praktik “legal semu” masih leluasa bergerak menyesatkan hukum, merugikan negara, dan mengaburkan batas antara ketaatan dan pelanggaran.

Akim Si Raja Rokok Ilegal: Dari Batam, Bisnis Busuknya Menjalar hingga Papua

Lensakepri.Com] Nama Akim alias Asri kembali mencuat. Ia diduga sebagai otak di balik peredaran rokok ilegal tanpa pita cukai merek HD, OFO, dan T3 yang kini menjangkau hingga wilayah timur Indonesia.

Meski Bea dan Cukai telah melakukan sejumlah operasi Gempur Rokok Ilegal, pengendali utama jaringan ini belum tersentuh hukum.
“Yang ditangkap hanya pengangkut dan kurir. Bos besarnya tak pernah diproses,” ujar sumber CNN Indonesia di Batam, Kamis (7/11).

Rokok Tanpa Cukai Keluar dari Kepri, Siapa di Belakangnya?

Pertanyaan besar muncul: Bagaimana rokok tanpa cukai bisa keluar dari Kepulauan Riau dalam jumlah besar tanpa terdeteksi aparat?

Sumber internal penegak hukum menyebut, ada dugaan kuat keberadaan “orang dalam” yang melindungi jaringan tersebut.

“Tanpa bantuan dari pihak tertentu, mustahil barang sebanyak itu bisa lolos,” ujarnya.

Rokok HD dan T3 dijual di pasar bebas dengan harga jauh di bawah rokok legal, memukul pengusaha yang patuh pada aturan.

Kerugian Negara Mencapai Triliunan

Kementerian Keuangan mencatat, potensi kerugian negara akibat rokok ilegal mencapai Rp10 triliun per tahun.

Meski demikian, publik menilai langkah aparat masih lemah. “Kalau pemain utamanya tidak disentuh, efek jera tidak ada,” kata Rury Ketua Ketum Gegana

Tuntutan Publik: Tangkap Akim dan Bobie

Desakan dari masyarakat dan pelaku usaha makin kuat. Mereka menuntut penegakan hukum tanpa tebang pilih terhadap Akim alias Asri dan Bobie Jayanto, yang disebut-sebut merusak tatanan ekonomi Kepri.

“Ini bukan sekadar pelanggaran cukai, tapi kejahatan ekonomi yang sistemik,” tegas Rury
“Kalau negara diam, alarm kehancuran industri rokok legal tinggal menunggu waktu.”

Uang Panas Batam? Dugaan Aliran Dana Lintas Negara Akim & Bobie Jayanto Disorot Publik

Lensakepri.com]  Arus uang dari pulau industri itu mengalir deras ke luar negeri. Di baliknya, dua nama lama kembali mencuat: Akim alias Asri dan Bobie Jayanto, ayah-anak yang disebut-sebut mengendalikan jaringan bisnis lintas batas dari rokok ilegal, beras oplosan, hingga dugaan praktik pencucian uang berlapis.

Bisnis di Wilayah Abu-Abu

Di kalangan pedagang dan pelaku logistik Batam, nama Akim bukan asing. Ia disebut-sebut sebagai tokoh utama di balik peredaran rokok tanpa pita cukai bermerek HD, T3, dan OFO produk yang ramai beredar di pelabuhan rakyat dan toko grosir kecil. Produksinya disebut dilakukan di Batam, sementara distribusinya keluar lewat jalur laut tanpa melewati pengawasan Bea Cukai.

“Pengiriman dilakukan malam hari. Kapal kecil berangkat dari pelabuhan rakyat tanpa manifes,” kata seorang sumber yang memahami pola pengiriman itu, Rabu (5/11/2025).

Namun, bisnis rokok hanyalah permukaan. Dalam beberapa bulan terakhir, kelompok bisnis yang sama juga dikaitkan dengan perdagangan beras oplosan. Modusnya sederhana tapi efektif: mencampur beras impor murah dengan stok lokal, lalu mendistribusikannya lewat jaringan ritel resmi menyulap uang gelap jadi tampak bersih di atas kertas.

“Mereka menggabungkan usaha legal dan ilegal. Laba dari rokok atau impor liar bisa disamarkan lewat pembukuan perusahaan beras,” ujar seorang pejabat pengawas perdagangan yang enggan disebut namanya.

Dana Menembus Lintas Negara

Dari hasil penelusuran awal aparat pengawas keuangan, ditemukan pola transfer berlapis dari Batam menuju sejumlah rekening perusahaan di Singapura. Dari sana, uang diteruskan ke beberapa entitas bisnis di China, sebagian berstatus perusahaan cangkang (shell company).

Transaksi dilakukan dengan skema multi-layer transfer rekening berpindah lintas entitas dengan nilai bervariasi agar tak terendus lembaga pengawas. Nama-nama yang tercantum di dokumen perusahaan juga diduga hanyalah nominee directors, orang suruhan yang dipinjam identitasnya untuk menutupi pemilik sesungguhnya.

Beberapa laporan internal lembaga keuangan menyebut, nominal transfer mencapai miliaran rupiah per bulan, dilakukan berulang dari rekening perusahaan berbeda di Batam.

“Secara legal, perusahaannya aktif. Tapi kalau dilihat dari volume transaksi, tidak masuk akal,” kata seorang analis keuangan yang menelusuri pergerakan rekening tersebut.

Kebal Hukum dan Perlindungan Tak Kasat Mata

Meski razia rokok ilegal di Batam kerap dilakukan, nama Akim dan Bobie tak pernah tersentuh. Setiap kali aparat turun, yang tertangkap hanya sopir, pekerja gudang, atau pengangkut di lapangan. Bos besar tak pernah muncul di berita penangkapan.

“Sudah seperti ritual. Setiap kali ada operasi, yang dikorbankan orang kecil. Aktor utama tetap aman,” ujar seorang aktivis pengawas kebijakan publik di Batam.

Fenomena ini menimbulkan kecurigaan adanya perisai hukum perlindungan dari oknum aparat atau pejabat yang menahan laju penegakan hukum. Di tingkat masyarakat, kepercayaan terhadap aparat pun mulai menipis.

“Kalau uang sudah bicara, hukum bisa jadi bisu,” ujar seorang pedagang lama di kawasan Batu Aji.

Ancaman Ekonomi Bayangan

Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Internasional Batam, aktivitas keuangan gelap semacam ini berisiko menciptakan ekonomi bayangan (shadow economy) arus uang yang tak tercatat tapi memengaruhi pasar secara nyata.

“Dana ilegal yang berputar tanpa pengawasan bisa mengacaukan harga, investasi, bahkan kebijakan publik. Ia tak hanya merusak ekonomi, tapi juga moral pemerintahan,” ujarnya Selasa (4/11/2025).

Status Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (FTZ) membuatnya rentan jadi celah. Perpaduan antara arus barang cepat, pengawasan lemah, dan birokrasi berlapis menciptakan ruang abu-abu yang subur bagi praktik pencucian uang.

Desakan Transparansi dan Tindakan Nyata

Kini, mata publik tertuju pada PPATK, Bea Cukai, Kepolisian, dan Kejaksaan. Mereka didesak menelusuri aliran dana lintas negara yang dikaitkan dengan jaringan Akim dan Bobie Jayanto.

Pakar hukum ekonomi dari Universitas Indonesia menilai, bila terbukti, kasus ini memenuhi unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) lintas negara.

“Negara tidak boleh pasif. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan ekonomi serius yang menggerogoti kedaulatan finansial,” tegasnya.

Hingga berita ini diturunkan, Akim dan Bobie Jayanto belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi dari redaksi. Telepon dan pesan singkat yang dikirim tak berbalas.

Menelusuri Jejak Dana Akim alias Asri: Dugaan Bisnis Rokok Ilegal hingga Beras Oplosan di Batam

Lensakepri.com] Nama Akim, atau yang dikenal dengan sebutan Asri, kembali menjadi sorotan publik di Batam. Pria ini disebut-sebut terlibat dalam jaringan distribusi rokok tanpa cukai serta dugaan praktik pencampuran beras ilegal. Meski informasi berseliweran, proses hukum atas dugaan aktivitas tersebut hingga kini belum memperlihatkan perkembangan signifikan.Senin (03/11/25).

Rokok Tanpa Cukai Masih Beredar

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Kepulauan Riau kerap menemukan rokok merek HD, OFO, dan T3 yang diduga tidak memiliki pita cukai resmi. Praktik ini berpotensi menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar.

Pola peredarannya disebut rapi: mulai gudang distribusi, jaringan pemasaran tertutup, hingga penggunaan jalur logistik yang sulit tersentuh pengawasan.

“Barangnya banyak di lapangan, tetapi penindakannya minim,” ujar seorang sumber lapangan yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang mengenai keterkaitan individu tertentu dalam peredaran produk tersebut.

Dugaan Beras Oplosan

Selain rokok, nama Akim juga dikaitkan dengan dugaan praktik beras oplosan, yakni pencampuran beras kualitas beragam termasuk kemungkinan beras impor tidak resmi, lalu dijual sebagai produk premium.

Beberapa pedagang mengaku pernah menerima beras yang tampak berkualitas baik, namun cepat rusak.

“Secara fisik bagus, tapi rasanya berbeda dan cepat hancur,” kata seorang pedagang pasar di Sagulung.

Pertanyaan tentang Aliran Dana

Dugaan aktivitas ilegal ini memunculkan tanda tanya besar: bagaimana perputaran dana berlangsung, dan ke mana arahnya?

Pengamat menilai pola yang disebut terjadi mirip praktik pencucian uang, antara lain:

Penggunaan transaksi tunai berlapis

Penempatan dana dalam usaha legal

Investasi properti

Perputaran dana melalui bisnis kebutuhan pokok

“Jika dana hasil kegiatan ilegal bisa masuk ke sektor formal tanpa hambatan, ada celah pengawasan yang serius,” ujar analis kebijakan publik di Jakarta.

Perlu Penegakan Konsisten

Nama Akim alias Asri serta sejumlah pihak lain kembali disebut publik dalam diskusi mengenai penegakan hukum di Batam. Pemerhati hukum menilai bahwa pemeriksaan menyeluruh diperlukan untuk memastikan kepastian hukum dan mencegah ekonomi ilegal berkembang.

“Penegakan hukum harus menyentuh aktor utama, bukan hanya pelaku lapangan,” kata seorang pakar hukum pidana.

Sementara itu, aparat penegak hukum belum memberikan keterangan resmi mengenai perkembangan penyelidikan terkini.

Dampak bagi Masyarakat

Selain merugikan negara dan pasar resmi, produk ilegal berpotensi mengancam kesehatan masyarakat. Warga diimbau membeli produk terverifikasi serta segera melaporkan dugaan peredaran barang ilegal.

Menunggu Tindak Lanjut

Kasus ini menjadi ujian bagi otoritas dalam menjaga integritas penegakan hukum. Publik menanti langkah konkret dalam menelusuri dugaan aliran dana gelap dan menindak pihak yang terbukti terlibat.

Waktu akan memverifikasi fakta dan menuntut transparansi.

“Ada Uang Semua Bisa Diatur?”  Bos Rokok Ilegal HD, T3, dan OFO Tetap Bebas, Hukum Seolah Tak Bertaring

Batam, 31 Oktober 2025

Lensakepri.Com] Pepatah “ada uang semua bisa diatur” tampaknya bukan sekadar gurauan di negeri ini. Di tengah gencarnya pemberantasan rokok ilegal oleh pemerintah pusat, para pengendali bisnis rokok tanpa cukai di Kepulauan Riau justru tampak hidup tenang.

Nama Akim alias Asri dan Bobie Jayanto, dua sosok yang disebut-sebut sebagai bos besar di balik peredaran rokok merek HD, T3, dan OFO, hingga kini masih bebas beraktivitas. Di saat pedagang kecil dan kurir kelas bawah dijerat hukum, dua nama itu justru berjalan leluasa — seolah hukum berhenti di batas uang dan kuasa.

Jaringan yang Tersusun Rapi

Dari penelusuran lapangan, jaringan rokok ilegal ini bekerja secara sistematis. Produksi dilakukan di sejumlah lokasi tersembunyi di luar Batam, sementara distribusi memanfaatkan jalur laut kecil dan pelabuhan rakyat yang minim pengawasan.
Barang kemudian disebar ke pasar, warung, hingga toko ritel dengan harga miring — tanpa pita cukai resmi.

“Mereka bukan pemain eceran. Ini sindikat yang punya modal, punya koneksi, dan tahu celah hukum. Bahkan, setiap distribusi ada ‘biaya koordinasi’ agar aman,” ujar seorang sumber di pelabuhan rakyat Batu Ampar yang enggan disebutkan namanya, Jumat (31/10).

Nama Akim alias Asri bahkan disebut sudah lama dikenal di lingkaran perdagangan gelap Batam. Ia disebut punya jaringan kuat yang menjangkau banyak sektor — dari lahan, bahan pangan, hingga distribusi rokok ilegal. Putranya, Bobie Jayanto, diduga ikut mengatur perputaran uang dan distribusi di lapangan.

Tegas di Bawah, Tumpul di Atas

Yang membuat publik geram, setiap kali aparat mengumumkan keberhasilan menggagalkan penyelundupan rokok ilegal, nama-nama yang muncul hanyalah sopir, buruh, atau pedagang kecil. Tidak pernah menyentuh para pemodal besar.

“Penegakan hukum kita masih berhenti di level eksekutor lapangan. Bos besar seolah punya kekebalan hukum,” kata Dr. Hendri Rahman, pengamat hukum ekonomi Universitas Riau Kepulauan.

Ia menilai lemahnya penegakan hukum bukan karena kurang bukti, tapi karena sistem yang memberi ruang bagi “transaksi pengaturan”.

Hal itu diperkuat oleh pernyataan seorang pejabat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Batam (yang meminta identitasnya disamarkan).
Menurutnya, “Secara teknis kami tahu siapa yang bermain, tapi proses hukum tidak sesederhana itu. Banyak yang ikut campur, termasuk di luar kewenangan kami.”

Menteri Keuangan Sudah Tegas, Tapi Lapangan Diam

Padahal, Menteri Keuangan Purabaya dalam beberapa kesempatan menegaskan komitmen pemerintah untuk menindak keras peredaran rokok ilegal.
“Setiap batang rokok ilegal adalah ancaman terhadap keuangan negara dan keadilan usaha,” ujarnya di Jakarta, awal Oktober lalu.

Namun seruan itu seolah tak bergema di lapangan. Di sejumlah kawasan hinterland seperti Belakang Padang, Tanjung Balai Karimun, dan Moro, rokok merek HD dan OFO masih bebas dijual.
Bahkan di pelabuhan rakyat, para pedagang terang-terangan menyebut merek tersebut sebagai “barang aman”.

Kartel yang Dikelola Seperti Korporasi

Menurut hasil investigasi sejumlah lembaga swadaya masyarakat di Batam, jaringan ini bekerja seperti korporasi gelap.
Setiap bagian memiliki fungsi: produsen, pengangkut, pengedar, pengatur logistik, hingga pihak-pihak yang bertugas menjaga “hubungan baik” dengan aparat.

“Ini bukan sekadar bisnis ilegal, tapi bentuk state capture  ketika hukum dikuasai oleh kepentingan ekonomi tertentu,” jelas Dr. Riza Albar, pakar ekonomi kriminal Universitas Andalas.
Ia menegaskan bahwa fenomena ini sudah meluas di wilayah perbatasan karena lemahnya pengawasan dan minimnya ketegasan pimpinan lembaga penegak hukum.

Kerugian Negara dan Moralitas Hukum

Data Kementerian Keuangan menunjukkan potensi kerugian negara akibat rokok ilegal mencapai lebih dari Rp 10 triliun per tahun.
Kerugian itu bukan hanya pada sektor pajak, tapi juga menekan industri legal yang membayar cukai dengan benar.

“Yang legal semakin terpuruk, sementara yang ilegal semakin berani. Ini menciptakan ketimpangan dan menurunkan moral bisnis,” ujar Supriyadi, Ketua Asosiasi Industri Rokok Nasional (AIRN).

Lebih berbahaya lagi, jika praktik “uang bisa mengatur hukum” dibiarkan berlarut, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap lembaga negara.
“Ketika hukum bisa dibeli, negara kehilangan wibawanya. Rakyat kecil melihat, yang salah bukan tidak tahu aturan api tidak punya uang,” tambah Hendri Rahman.

Akan Sampai Kapan?

Publik kini menuntut transparansi dan keberanian aparat penegak hukum menindak dalang besar di balik jaringan ini.
Sebab selama para bos besar seperti Akim alias Asri dan Bobie Jayanto tetap bebas berkeliaran, upaya pemberantasan rokok ilegal tak lebih dari teater hukum yang hanya menumbalkan rakyat kecil.

Jika hukum terus tumpul ke atas dan tajam ke bawah, maka keadilan di negeri ini hanyalah ilusi.
Dan pepatah “ada uang semua bisa diatur” akan terus hidup  bukan sebagai nasihat sinis, tapi sebagai potret buram dari realitas hukum Indonesia hari ini.

“Rokok Ilegal Batam dan Bayang-Bayang Akim: Ketika Hukum dan Bea Cukai Tak Lagi Tegak”

Batam kembali tercoreng. Peredaran rokok tanpa cukai yang kian terbuka menimbulkan pertanyaan serius tentang peran aparat dan pengawasan Bea Cukai. Ketika hukum diam, kepercayaan publik pun runtuh.

Lensakepri.com] Di tengah geliat industri dan perdagangan Batam yang terus tumbuh, bayang-bayang praktik perdagangan rokok ilegal masih menghantui. Produk tanpa pita cukai dengan merek HD, T3, dan OFO diduga beredar luas di pasaran, dari warung kecil hingga jalur distribusi lintas daerah.

Nama Akim alias Asri kembali muncul di tengah isu tersebut. Ia disebut-sebut memiliki peran penting dalam rantai distribusi rokok tanpa cukai di Batam. Sosok ini bukan nama asing dalam dunia usaha lokal. Di baliknya, juga muncul nama Bobie Jayanto, anak kandung Akim, yang dikenal sebagai pemilik PT Pasifik Estatindo Perkasa.

Keduanya sempat menjadi perhatian publik dalam kasus pembongkaran Hotel Pura Jaya beberapa waktu lalu. Saat itu, tindakan eksekusi fisik terhadap bangunan hotel menimbulkan pertanyaan karena dilakukan tanpa dasar putusan pengadilan yang jelas. Kini, keduanya kembali disorot, kali ini dalam konteks dugaan keterlibatan jaringan peredaran rokok ilegal.

Pengawasan yang Dipertanyakan

Peredaran rokok tanpa cukai di Batam bukan isu baru. Namun, keberadaannya yang terus berulang membuat publik menilai ada yang tidak beres dalam sistem pengawasan.

“Sulit membayangkan peredaran rokok ilegal dalam jumlah besar bisa berjalan tanpa ada celah di pengawasan,” ujar seorang sumber di bidang logistik yang enggan disebutkan namanya.

Kantor Bea dan Cukai Batam berulang kali melakukan operasi penertiban dan menyita jutaan batang rokok tanpa pita cukai. Namun, fakta di lapangan menunjukkan produk yang sama tetap mudah ditemukan di pasaran.

Pengamat ekonomi Kepulauan Riau menilai kondisi itu bisa menjadi indikasi lemahnya penegakan hukum atau adanya praktik pembiaran. “Jika merek yang sama beredar bertahun-tahun tanpa tindakan tuntas, artinya sistem pengawasan tidak berjalan efektif,” katanya.

Batam sebagai Jalur Rawan

Letak geografis Batam yang strategis di jalur perdagangan internasional menjadikannya pintu masuk dan keluar berbagai jenis barang, termasuk barang tanpa cukai. Arus logistik yang tinggi dan keberadaan kawasan perdagangan bebas kerap menjadi celah bagi penyelundupan.

Dalam konteks itu, peran Bea Cukai seharusnya menjadi garda depan pengawasan. Namun, ketika produk tanpa pita cukai masih dapat beredar luas, muncul pertanyaan publik tentang sejauh mana pengawasan benar-benar dilakukan dan siapa yang diuntungkan dari lemahnya sistem ini.

Ujian bagi Aparat

Kasus ini kini menjadi ujian bagi integritas aparat penegak hukum dan lembaga pengawasan di Batam.
Rokok ilegal bukan sekadar persoalan administrasi, tetapi bentuk nyata kebocoran penerimaan negara. Dalam jangka panjang, praktik ini merugikan pengusaha yang taat aturan dan menimbulkan ketimpangan iklim usaha.

“Jika tidak ditangani serius, ini bisa menjadi preseden buruk bagi dunia usaha dan kepercayaan investor,” ujar seorang akademisi Universitas Riau Kepulauan.

Menanti Langkah Nyata

Publik kini menunggu langkah tegas aparat penegak hukum. Transparansi dalam penanganan kasus rokok ilegal menjadi hal yang mendesak.

Apakah benar peredaran ini dikendalikan oleh jaringan besar yang sulit dijangkau hukum? Atau sekadar akibat dari lemahnya sistem pengawasan di lapangan?

Jawaban atas pertanyaan itu akan menentukan arah kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Batam.

> “Sebelum citra Batam sebagai kota industri modern tercoreng, pemerintah perlu memastikan hukum ditegakkan secara adil, tanpa pandang bulu,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.

Catatan Redaksi

Peredaran rokok ilegal di Batam menjadi potret tentang tantangan besar di wilayah perdagangan bebas. Ketika pengawasan melemah dan kepentingan ekonomi jangka pendek lebih dominan, maka marwah hukum dan kepercayaan publik ikut tergerus.
Penegakan hukum yang konsisten dan transparan menjadi kunci agar Batam tak terjebak menjadi “zona abu-abu” dalam sistem perdagangan nasional.

Bea Cukai Batam Gagal Total Berantas Rokok Ilegal, Publik Desak Presiden Pecat Zaky Firmansyah

Batam-28/10/2025

Lensakepri.Com] Kemarahan publik terhadap kinerja Bea Cukai Batam mencapai puncaknya. Setelah bertahun-tahun rokok ilegal bermerek HD, OFO, dan T3 bebas beredar di pasar hingga ke luar Batam, publik menilai lembaga ini gagal total menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum.

“Masalahnya selalu sama, tahun berganti tapi hasilnya nol. Kalau tidak mampu, mundur atau dipecat saja,” tegas seorang tokoh masyarakat Batam.

Operasi Palsu, Keadilan Pincang

Pola penindakan Bea Cukai Batam disebut tidak menyentuh jantung jaringan bisnis gelap.
Yang dihantam hanya pedagang kecil, sementara produsen besar, gudang distribusi, dan jalur lintas daerah tetap aman.

“Mereka tangkap rakyat kecil untuk pencitraan. Sementara mafia aslinya justru dilindungi,” sindir seorang aktivis pengawas fiskal.

Kondisi ini menimbulkan dugaan serius adanya “tameng birokrasi” yang melindungi pelaku utama perdagangan rokok ilegal.
Bagi publik, ini bukan lagi kelalaian, tapi indikasi sistemik dari lemahnya integritas aparat di lapangan.

Program ‘Gempur Rokok Ilegal’ Mandek di Batam

Pemerintah pusat sudah lama menggembar-gemborkan operasi “Gempur Rokok Ilegal”, namun di Batam hasilnya nihil.
Tiga fakta telanjang membuktikan kegagalan:

1. Kebocoran penerimaan negara tetap tinggi.

2. Rokok tanpa cukai beredar bebas di kios, pelabuhan, dan pasar.

3. Distribusi lintas daerah tak pernah benar-benar terputus.

 

Instruksi pusat mandek di meja birokrasi, tak pernah berubah jadi tindakan di lapangan.
Batam kini dikenal sebagai “zona abu-abu” pengawasan cukai nasional.

Zaky Firmansyah Dianggap Tak Layak Pimpin Bea Cukai Batam

Pernyataan Kepala Bea Cukai Batam, Zaky Firmansyah, yang menantang masyarakat melapor lokasi penjualan rokok ilegal justru dianggap bukti lemahnya intelijen internal.

“Kalau aparat menunggu laporan warga, berarti intelijen bea cukai lumpuh total,” kritik pengamat kebijakan publik.

Publik menilai, penegakan hukum bukan urusan ‘laporan warga’, melainkan kemampuan aparat mengendus dan memutus jaringan di balik layar.

Desakan Pemecatan dan Evaluasi Total

Gelombang desakan kini datang dari akademisi, aktivis fiskal, ormas, hingga jaringan pengawas anggaran.
Semua menuntut evaluasi menyeluruh atas kepemimpinan Zaky Firmansyah dan reformasi struktural Bea Cukai Batam.

Tuntutan utama publik:

Transparansi penuh hasil penindakan.

Penindakan terhadap pemodal besar, bukan pedagang kecil.

Pemutusan rantai logistik ilegal antarwilayah.

Evaluasi kinerja dan integritas pejabat bea cukai.

“Batam butuh pemimpin yang bekerja, bukan yang pandai beralasan,” ujar seorang akademisi ekonomi Kepri.

Presiden Diminta Turun Tangan

Masyarakat menilai sudah waktunya Presiden dan Menteri Keuangan turun tangan langsung.
Batam tidak boleh dibiarkan menjadi surga rokok ilegal di bawah pengawasan bea cukai yang lumpuh.

“Kalau tak ada tindakan nyata dalam waktu dekat, Zaky Firmansyah sebaiknya dicopot. Presiden harus tunjukkan ketegasan,” tegas pernyataan gabungan tokoh masyarakat Batam.

Akhir Kata: Batam di Titik Nadir

Batam kini berada di persimpangan:
Berani menindak ke atas, atau tenggelam dalam kompromi dan kepura-puraan.

Publik sudah tidak percaya janji dan konferensi pers.
Yang ditunggu hanyalah aksi nyata, penangkapan besar, dan pembongkaran jaringan pelindung.

Selama aktor kuat masih aman, perang melawan rokok ilegal hanya sandiwara.

We Are Most Popular Gallery Are Available In PhotoShots

HOW TO ORGANISE STUDIO SHOOTING

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatat non proident, sunt in culpa qui officia deserunt mollit anim id est laborum.

Lorem Ipsum has been the industry’s standard dummy text ever since the 1500s.

WHY RETOUCHING IS IMPORTANT?

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatat non proident, sunt in culpa qui officia deserunt mollit anim id est laborum.