Uang Panas Batam? Dugaan Aliran Dana Lintas Negara Akim & Bobie Jayanto Disorot Publik

Lensakepri.com]  Arus uang dari pulau industri itu mengalir deras ke luar negeri. Di baliknya, dua nama lama kembali mencuat: Akim alias Asri dan Bobie Jayanto, ayah-anak yang disebut-sebut mengendalikan jaringan bisnis lintas batas dari rokok ilegal, beras oplosan, hingga dugaan praktik pencucian uang berlapis.

Bisnis di Wilayah Abu-Abu

Di kalangan pedagang dan pelaku logistik Batam, nama Akim bukan asing. Ia disebut-sebut sebagai tokoh utama di balik peredaran rokok tanpa pita cukai bermerek HD, T3, dan OFO produk yang ramai beredar di pelabuhan rakyat dan toko grosir kecil. Produksinya disebut dilakukan di Batam, sementara distribusinya keluar lewat jalur laut tanpa melewati pengawasan Bea Cukai.

“Pengiriman dilakukan malam hari. Kapal kecil berangkat dari pelabuhan rakyat tanpa manifes,” kata seorang sumber yang memahami pola pengiriman itu, Rabu (5/11/2025).

Namun, bisnis rokok hanyalah permukaan. Dalam beberapa bulan terakhir, kelompok bisnis yang sama juga dikaitkan dengan perdagangan beras oplosan. Modusnya sederhana tapi efektif: mencampur beras impor murah dengan stok lokal, lalu mendistribusikannya lewat jaringan ritel resmi menyulap uang gelap jadi tampak bersih di atas kertas.

“Mereka menggabungkan usaha legal dan ilegal. Laba dari rokok atau impor liar bisa disamarkan lewat pembukuan perusahaan beras,” ujar seorang pejabat pengawas perdagangan yang enggan disebut namanya.

Dana Menembus Lintas Negara

Dari hasil penelusuran awal aparat pengawas keuangan, ditemukan pola transfer berlapis dari Batam menuju sejumlah rekening perusahaan di Singapura. Dari sana, uang diteruskan ke beberapa entitas bisnis di China, sebagian berstatus perusahaan cangkang (shell company).

Transaksi dilakukan dengan skema multi-layer transfer rekening berpindah lintas entitas dengan nilai bervariasi agar tak terendus lembaga pengawas. Nama-nama yang tercantum di dokumen perusahaan juga diduga hanyalah nominee directors, orang suruhan yang dipinjam identitasnya untuk menutupi pemilik sesungguhnya.

Beberapa laporan internal lembaga keuangan menyebut, nominal transfer mencapai miliaran rupiah per bulan, dilakukan berulang dari rekening perusahaan berbeda di Batam.

“Secara legal, perusahaannya aktif. Tapi kalau dilihat dari volume transaksi, tidak masuk akal,” kata seorang analis keuangan yang menelusuri pergerakan rekening tersebut.

Kebal Hukum dan Perlindungan Tak Kasat Mata

Meski razia rokok ilegal di Batam kerap dilakukan, nama Akim dan Bobie tak pernah tersentuh. Setiap kali aparat turun, yang tertangkap hanya sopir, pekerja gudang, atau pengangkut di lapangan. Bos besar tak pernah muncul di berita penangkapan.

“Sudah seperti ritual. Setiap kali ada operasi, yang dikorbankan orang kecil. Aktor utama tetap aman,” ujar seorang aktivis pengawas kebijakan publik di Batam.

Fenomena ini menimbulkan kecurigaan adanya perisai hukum perlindungan dari oknum aparat atau pejabat yang menahan laju penegakan hukum. Di tingkat masyarakat, kepercayaan terhadap aparat pun mulai menipis.

“Kalau uang sudah bicara, hukum bisa jadi bisu,” ujar seorang pedagang lama di kawasan Batu Aji.

Ancaman Ekonomi Bayangan

Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Internasional Batam, aktivitas keuangan gelap semacam ini berisiko menciptakan ekonomi bayangan (shadow economy) arus uang yang tak tercatat tapi memengaruhi pasar secara nyata.

“Dana ilegal yang berputar tanpa pengawasan bisa mengacaukan harga, investasi, bahkan kebijakan publik. Ia tak hanya merusak ekonomi, tapi juga moral pemerintahan,” ujarnya Selasa (4/11/2025).

Status Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (FTZ) membuatnya rentan jadi celah. Perpaduan antara arus barang cepat, pengawasan lemah, dan birokrasi berlapis menciptakan ruang abu-abu yang subur bagi praktik pencucian uang.

Desakan Transparansi dan Tindakan Nyata

Kini, mata publik tertuju pada PPATK, Bea Cukai, Kepolisian, dan Kejaksaan. Mereka didesak menelusuri aliran dana lintas negara yang dikaitkan dengan jaringan Akim dan Bobie Jayanto.

Pakar hukum ekonomi dari Universitas Indonesia menilai, bila terbukti, kasus ini memenuhi unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) lintas negara.

“Negara tidak boleh pasif. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan ekonomi serius yang menggerogoti kedaulatan finansial,” tegasnya.

Hingga berita ini diturunkan, Akim dan Bobie Jayanto belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi dari redaksi. Telepon dan pesan singkat yang dikirim tak berbalas.